Puisi Taufik Ismail

Posted on

Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga perkuliahan, kita pasti pernah diberi edukasi materi mengenai sastra, dan salah satu yang paling familiar adalah Puisi Taufik Ismail yang sangat terkenal. By the way, siapakah beliau dan bagaimana perjalanan karirnya? Simak ulasan dari Senipedia berikut ini.

Puisi merupakan suatu karya sastra lama yang terdiri dari beberapa bait, diserapi pemaknaan mendalam akan suatu hal. Banyak penyair hebat asal Indonesia yang terjun dalam bidang ini, termasuk Puisi karya Taufik Ismail yang kita bahas pada artikel ini.

Selain beliau, masih ada penulis puisi yang tersohor lainnya seperti Chairil Anwar, Joko Pinurbo, Widji Thukul, dan lain-lain. Karya-karya mereka telah diakui dan dinikmati oleh seluruh masyarakat di Indonesia, hingga sekarang.

Taufik Ismail adalah seorang sastrawan (penulis dan penyair) legendaris asal Indonesia, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 25 Juni 1935, dan sekarang telah berusia 85 tahun. Dia dijuluki Datuk Panji Alam Khalifatullah.

Cita-citanya yang ingin menjadi sastrawan telah dipupuk sejak masa SMA. Uniknya, dia lebih dulu menjadi dokter hewan, namun alasannya adalah untuk menopang biaya dalam mewujudkan impiannya, menjadi seorang sastrawan tersebut.

Sepanjang perjalanan karir Taufik Ismail, dia telah meraih banyak penghargaan, diantaranya Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994) dan lainnya.

Kumpulan Puisi Taufik Ismail Terbaik

Nah, setelah mengetahui biografi singkat beliau di atas, mari simak bersama-sama mengenai beberapa koleksi Puisi Ciptaan Taufik Ismail yang sangat fenomenal di bawah ini. Siapkan kopi, cemilan dan selamat membaca.

Puisi Taufik Ismail Tentang Cinta

Puisi karya Taufik Ismail

Dunia percintaan sangat identik dengan keromantisan, dan di dalam unsur-unsur puisi, terdapat pula romantisme yang akrab dengan hal cinta. Para penyair umumnya memang sangat hebat dalam merangkai kata-kata, termasuk ungkapan cinta dalam bentuk puisi.

Berikut, adalah beberapa puisi cinta karya Taufik Ismail yang bisa kamu ekspresikan kepada pasangan, keluarga, agama maupun akan satu hal.

Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua Pada Anaknya Berangkat Dewasa

Jika adalah yang harus kaulakukan,
Ialah menyampaikan kebenaran,
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan,
Ialah yang bernama keyakinan…

Jika adalah yang harus kau tumbangkan,
Ialah segala pohon-pohon kezaliman,
Jika adalah orang yang harus kauagungkan,
Ialah hanya Rasul Tuhan…

Jika adalah kesempatan memilih mati,
Ialah syahid di jalan Ilahi…

Mencari Sebuah Masjid

Aku diberitahu tentang sebuah masjid,
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan,
fondasinya batu karang dan pualam pilihan,
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan,
dan kubahnya tembus pandang, berkilauan,
digosok topan kutub utara dan selatan…

Aku rindu dan mengembara mencarinya…

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan,
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran,
dengan warna platina dan keemasan,
berbentuk daun-daunan sangat beraturan,
serta sarang lebah demikian geometriknya,
ranting dan tunas jalin berjalin,
bergaris-garis gambar putaran angin…

Aku rindu dan mengembara mencarinya…

Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya,
menyentuh lapisan ozon,
dan menyeru azan tak habis-habisnya,
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia,
kemudian nadanya yang lepas-lepas,
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas,
yang memperindah ratusan juta sajadah,
di setiap rumah tempatnya singgah…

Aku rindu dan mengembara mencarinya…

Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana,
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya,
engkau berjalan sampai waktu asar,
tak bisa kau capai saf pertama,
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu,
bershalatlah di mana saja,
di lantai masjid ini, yang luas luar biasa…
Aku rindu dan mengembara mencarinya…

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya,
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya,
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya,
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian,
yang menyimpan cahaya matahari,
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan,
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna,
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta,
terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita…

Aku rindu dan mengembara mencarinya…

Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya,
tempat orang-orang bersila bersama,
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka,
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian,
dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan,
dalam simpul persaudaraan yang sejati,
dalam hangat sajadah yang itu juga,
terbentang di sebuah masjid yang mana,
Tumpas aku dalam rindu,
Mengembara mencarinya…

Di manakah dia gerangan letaknya ?…

Pada suatu hari aku mengikuti matahari,
ketika di puncak tergelincir dia sempat,
lewat seperempat kuadran turun ke barat,
dan terdengar merdunya azan di pegunungan,
dan aku pun melayangkan pandangan,
mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan,
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan…

dia berkata :

Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan,
dia menunjuk ke tanah ladang itu,
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan,
secarik tikar pandan,
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran,
airnya bening dan dingin mengalir beraturan,
tanpa kata dia berwudhu duluan…

aku pun di bawah air itu menampungkan tangan,
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan,
hangat air terasa, bukan dingin kiranya,
demikianlah air pancuran,
bercampur dengan air mataku,
yang bercucuran….

Dengan Puisi, Aku…

Dengan puisi aku bernyanyi,
Sampai senja umurku nanti,
Dengan puisi aku bercinta,
Berbatas cakrawala…

Dengan puisi aku mengenang,
Keabadian Yang Akan Datang,
Dengan puisi aku menangis,
Jarum waktu bila kejam mengiris…

Dengan puisi aku mengutuk,
Nafas zaman yang busuk,
Dengan puisi aku berdoa,
Perkenankanlah kiranya…

Doa

Tuhan kami,
Telah nista kami dalam dosa bersama,
Bertahun membangun kultus ini,
Dalam pikiran yang ganda…

Dan menutupi hati nurani,
Ampunilah kami,
Ampunilah,
Amin…

Tuhan kami,
Telah terlalu mudah kami,
Menggunakan asmaMu,
Bertahun di negeri ini,
Semoga…

Kau rela menerima kembali,
Kami dalam barisanMu,
Ampunilah kami,
Ampunilah,
Amin…

Adakah Suara Cemara

buat Ati,
Adakah suara cemara,
Mendesing menderu padamu,
Adakah melintas sepintas,
Gemersik dedaunan lepas…

Deretan bukit-bukit biru,
Menyeru lagu itu,
Gugusan mega,
Ialah hiasan kencana,
Adakah suara cemara…

Mendesing menderu padamu,
Adakah lautan ladang jagung,
Mengombakkan suara itu…

Puisi Taufik Ismail Tentang Perjuangan

Puisi ciptaan Taufik Ismail

Oleh Hans Bague Jassin, Taufik Ismail dikategorikannya sebagai penyair “Angkatan 66”. Banyak sekali puisi dari beliau yang bertemakan tentang perjuangan melawan pemerintah yang berkhianat, untuk para demonstran, dan sebagainya. Berikut, beberapa diantaranya :

Seorang Tukang Rambutan Pada Istrinya

Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali,
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu, Anak-anak sekolah,
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!..

Sampai bensin juga turun harganya,
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula,
Mereka kehausan datam panas bukan main,
Terbakar muka di atas truk terbuka,
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu

Biarlah sepuluh ikat juga,
Memang sudah rezeki mereka,
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan,
Seperti anak-anak kecil,
“Hidup tukang rambutan!” Hidup tukang rambutani,
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya…

Dan ada yang turun dari truk, bu,
Mengejar dan menyalami saya,
Hidup pak rambutan sorak mereka,
Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar,
“Hidup pak rambutan!” sorak mereka,
Terima kasih, pak, terima kasih!…

Bapak setuju karni, bukan?,
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara,
Doakan perjuangan kami, pak,
Mereka naik truk kembali,
Masih meneriakkan terima kasih mereka,
“Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!”,
Saya tersedu, bu. Saya tersedu…

Belum pernah seumur hidup,
Orang berterima-kasih begitu jujurnya,
Pada orang kecil seperti kita….

Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini

Tidak ada pilihan lain,
Kita harus,
Berjalan terus,
Karena berhenti atau mundur,
Berarti hancur…

Apakah akan kita jual keyakinan kita,
Dalam pengabdian tanpa harga,
Akan maukah kita duduk satu meja,
Dengan para pembunuh tahun yang lalu,
Dalam setiap kalimat yang berakhiran,
Duli Tuanku ?…

Tidak ada lagi pilihan lain,
Kita harus,
Berjalan terus,
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan,
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh…

Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara,
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama,
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka,
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan,
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara…

Tidak ada lagi pilihan lain,
Kita harus,
Berjalan terus…

Benteng

Sesudah siang panas yang meletihkan,
Sehabis tembakan-tembakan yang tak bisa kita balas,
Dan kita kembali ke karnpus ini berlindung,
Bersandar dan berbaring, ada yang merenung…

Di lantai bungkus nasi bertebaran,
Dari para dermawan tidak dikenal,
Kulit duku dan pecahan kulit rambutan,
Lewatlah di samping Kontingen Bandung…

Ada yang berjaket Bogor. Mereka dari mana-mana,
Semuanya kumal, semuanya tak bicara,
Tapi kita tldak akan terpatahkan,
Oleh seribu senjata dari seribu tiran,
Tak sempat lagi kita pikirkan…

Keperluan-keperluan kecil seharian,
Studi, kamar-tumpangan dan percintaan,
Kita tak tahu apa yang akan terjadi sebentar malam,
Kita mesti siap saban waktu, siap saban jam…

Pengkhianatan Itu Terjadi Pada Tanggal

Pengkhianatan itu telah terjadi,
Pengkhlanatan itu terjadi pada tanggal 9 Maret,
Ada manager-manager politik,
Ada despot yang lalim,
Ada ruang sidang dalam istana,
Ada hulubalang,
Serta senjata-senjata…

Senjata imajiner telah dibidikkan ke kepala mereka tapi la la la,
di sana tak ada kepala,
tapi hu hu hu,
tak ada kepala di atas bahu,
Adalah tempolong ludah,
Sipoa kantor dagang,
Keranjang sampah,
Melayang layang…

Ada pernyataan otomatik,
Ada penjara dan maut imajiner,
Generasi yang kocak,
Usahawan-usahawan politik yang kocak,
Ruang sidang dalam istana,
La la la,
tempolong ludah tak berkepala,
Hu hu hu,
keranjang sampah di atas bahu,
Angin menerbangkan kertas-kertas statemen Terbang,
Melayang layang…

Malam Sabtu

Berjagalah terus,
Segala kemungkinan bisa terjadi,
Malam ini,
Maukah kita dikutuk anak-cucu,
Menjelang akhir abad ini,
Karena kita kini berserah diri?…

Tidak. Tidak bisa,
Tujuh korban telah jatuh. Dibunuh,
Ada pula mayat adik-adik kita yang dicuri,
Dipaksa untuk tidak dimakamkan semestinya,
Apakah kita hanya akan bernafas panjang Dan seperti biasa: sabar mengurut dada?…

Tidak. Tidak bisa,
Dengarkan. Dengarkanlah di luar itu,
Suara doa berjuta-juta,
Rakyat yang resah dan menanti,
Mereka telah menanti lama sekali,
Menderita dalam nyeri,
Mereka sedang berdoa malam ini,
Dengar. Dengarlah hati-hati….

Puisi Karya Taufik Ismail Terpopuler Lainnya

Kumpulan puisi sastrawan Indonesia

Kopi Menyiram Hutan

Tiga juta hektar,
Halaman surat kabar,
Telah dirayapi api,
Terbit pagi ini,
Panjang empat jari,
Dua kolom tegaklurus,
Dibongkar dari pik-ap

Subuh dari percetakan,
Ditumpuk atas jalan,
Dibereskan agen koran,
Sebelum matahari dimunculkan,
Dilempar ke pekarangan,
Dipungut oleh pelayan,
Ditaruh di meja makan..

Ditengok secara sambilan,
Dasi tengah diluruskan,
Rambut isteri penataan,
Empat anak bersliweran,
Pagi penuh kesibukan,
Selai di tangan,
Roti dalam panggangan…

Ketika tangan bersilangan,
Kopi tumpah di bacaan,
Menyiram tiga juta hektar koran,
Dua kolom kepanjangan,
Api padam menutup hutan…

Koran basah dilipat empat,
Keranjang plastik anyaman,
Tempat dia dibuangkan,
Tepat pagi itu,
Jam setengah delapan…

Bayi Lahir Bulan Mei 1998

Dengarkan itu ada bayi mengea di rumah tetangga,
Suaranya keras, menangis berhiba-hiba,
Begitu lahir ditating tangan bidannya
Belum kering darah dan air ketubannya,
Langsung dia memikul hutang di bahunya,
Rupiah sepuluh juta…

Kalau dia jadi petani di desa,
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota,
Kalau dia jadi orang kota,
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya…

Kalau dia bayar pajak,
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing,
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing,
Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran juga…

Mulutmu belum selesai bicara,
Kau pasti dikencinginya…

Syair Empat Kartu di Tangan

Ini bicara blak-blakan saja, bang,
Buka kartu tampak tampang,
Sehingga semua jelas membayang,
Monoloyalitas kami,
sebenarnya pada uang…

Sudahlah, ka-bukaan saja kita bicara,
Koyak tampak terkubak semua,
Sehingga buat apa basi dan basa…

Sila kami,
Keuangan Yang Maha Esa,
Jangan sungkan buat apa yah-payah,
Analisa psikis toh cuma kwasi ilmiah,
Tak usahlah sah-susah

Ideologiku begitu jelas,
ideologi rupiah,
Begini kawan, bila dadaku jalani pembedahan,
Setiap jeroan berjajar kelihatan,
Sehingga jelas sebagai keseluruhan…

Asas tunggalku,
memang keserakahan.

Takut 66, Takut 98

Mahasiswa takut pada dosen,
Dosen takut pada dekan,
Dekan takut pada rektor,
Rektor takut pada menteri,
Menteri takut pada presiden,
Presiden takut pada mahasiswa,
takut “66, takut “98…

Oda Bagi Seorang Sopir Truk

Sebuah truk lama,,
Dengan supir bersahaja,
Telah beruban dan agak bungkuk,
Di atas stimya tertidur,
Di tepi jalan yang sepi…

Di suatu senja musim ini,
Dalam tidumya ia bermimpi,
Jalanan telah rata. Ditempuhnya,
Dengan sebuah truk baru,
Dengan klakson yang bisa berlagu

Dan di sepanjang jalanan,
Beribu anak-anak demonstran,
Tersenyum padanya, mengelu-elukan,
Hiduplah bapak supir yang tua,
Yang dulu berjuang bersama kami,
Selama demonstrasi…

Di tepi sebuah jalan di ibukota,
Ketika udara panas, di suatu senja,
Seorang supir lusuh dengan truk yang tua,
Duduk sendiri terkantuk-kantuk Semakin letih, semakin bungkuk.

Dari Catatan Seorang Demonstran

Inilah peperangan,
Tanpa jenderal, tanpa senapan,
Pada hari-hari yang mendung,
Bahkan tanpa harapan…

Di sinilah keberanian diuji,
Kebenaran dicoba dihancurkan,
Pada hari-hari berkabung,
Di depan menghadang ribuan lawan…

Baca Juga : Puisi Fiersa Besari

Akhir Kata

Sebenarnya, selain daftar di atas, masih banyak puisi oleh Taufik Ismail yang tidak sempat saya tuliskan keseluruhannya di sini. Kamu bisa menemukannya pada website resmi seperti Wikipedia dan lainnya, atau bisa juga via YouTube.

Nah, demikianlah ulasan kali ini mengenai kumpulan Puisi Taufik Ismail terbaik, paling fenomenal dan populer. Semoga bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan kamu semua. Terima kasih…